Saturday, February 02, 2008

MENYUSUI :Warisan Budaya atau Kebutuhan?(3)

MENYUSUI SEBAGAI WARISAN KEBUDAYAAN

Kebudayaan adalah kesatuan penuh, yaitu satu kosmos yang utuh, dimana masing-masing unsur berkewajiban menjaga keselarasan, harmoni diantara mereka, agar jagad tersebut tidak hancur berantakan. Maka satu sama lainnya berkaitan erat dalam menjaga harmoninya. Kegiatan menyusui adalah salah satu bagian dari kebudayaan merupakan warisan turun temurun yang dijaga. Di banyak tempat dapat dilihat ibu-ibu menyusui anaknya dimana saja dan kapan saja, tetapi ada beberapa komunitas yang justru jarang terlihat ibu-ibu menyusui. Faktor yang membuat kegiatan menyusui bertahan di satu komunitas adalah karena komunitas itu menganggap bahwa menyusui adalah hal yang alamiah, sehat dan sangat penting, bahkan sudah dianggap sebagai tradisi turun-temurun karena wanita di tempat tersebut melihat ibu-ibu menyusui, saat mereka menjadi ibu mereka akan mempraktekannya dan menganggap menyusui itu normal.

Tak dapat disangkal bahwa ada beberapa karakteristik manusia yang justru tidak tertarik untuk menyusui. Menyusui bayi kadang menjadi hal yang tidak mudah bagi seorang ibu meskipun kegiatan menyusui ini telah berlangsung sejak beribu-ribu tahun. Banyak informasi yang biasanya diperoleh secara turun temurun seputar menyusui bayi namun sangat disayangkan beberapa informasi tersebut tidak selalu bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Konon, menyusui akan membuat nafsu makan ibu makin besar sehingga ibu akan menjadi gembrot karena kesulitan mengatur berat badannya. Beberapa ibu juga percaya bahwa menyusui akan merubah bentuk dan ukuran payudara sehingga payudara akan menjadi kendur dan tidak indah lagi. Bahkan ukuran payudara sering dikambinghitamkan sebagai penentu banyaknya ASI yang keluar. Informasi lain yang juga sering berkembang dalam masyarakat adalah bayi akan tertidur lebih lelap jika diberikan susu formula. Merebaknya berbagai mitos mengenai menyusui dalam budaya patriarki yang sangat kokoh dan ditambah lagi diproduksinya susu-susu formula secara masal yang justru “dipercaya” menjadi asupan pokok untuk bayi sanggup membuat banyak ibu berhenti menyusui atau bahkan tidak mau menyusui bayinya.

Ada hal yang perlu dicatat bahwa sebagian orang tetap konsisten dan kembali kepada nilai-nilai tradisi sehingga kesan “saya menyusui karena sudah tradisi” lebih terkenal daripada “saya menyusui karena saya butuh menyusui”. Dalam masyarakat sekarang intuisi, perasaan dan tradisi bersifat dominan sedangkan peranan berpikir belum mendapat tempat.

4 comments:

Anonymous said...

aku masih menyusu hingga sd kelas 5 hehehe... itu budaya kali yah? atau kebutuhan?

wasugi said...

mba tuteh itu terlambat disapih... hahaha

temon said...

iya betul tuh menyusui itu penting, ada chemistrynya kalo pemaen sinetron bilang he..he.. tapi kalo kata elmuan ada oxytocin (mungkin maksudnya sama, mungkin?)
mungkin itu juga jadi ibu susu nggak boleh dinikahin ya ?

btw salam kenal ya :)

Anonymous said...

wasugi : hwakakaka... iya terlambat disapih akyu :p~ mongken karena anak bungsu and usiaku jaooooh banget dari sodara2 hakaka... :D