Friday, April 22, 2005

Aku semakin Tidak Mengerti

Makan, minum, tidur, jalan-jalan atau refreshing yang wajar dan manusiawi, semua manusia melakukannyaa, istirahat adalah pergantian aktivitas, dari aktivitas satu ke aktivitas berikutnya yang lebih ringan. dan semua butuh istirahat jelasnya.

Aku bukan ahli politik, atau ahli sains, aku hanya seorang manusia yang tidak punya kelebihan apapun. tapi paling tidak aku masih punya naluri. Naluri yang selalu ingin ku jaga sebagai naluri manusiawi.

Merasa benar dengan menyalahkan orang lain bukan termasuk kepada naluriku, naluriku selalu mengatakan bahwa manusia memang tidak selalu salah, tapi bersifaat dominan untuk melakukan kesalahan, karna hanya tuhan yg tidak pernah salah, itu adalah naluri. menganggap golongan lain salah itu juga bukan naluriku, karna aku sendiri tidak pernah melakukan kebenaran. karna kebenaran adalah nisbi, relatif dan tidak semua dari kita memahami arti kebenaran itu.

Egois adalaah naluriku, tapi mengkoordinir egois itu yang ingin aku capai, belajar memarjinalkan sisi negative dengan belajar berbuat baik itu adalah naluri manusia. Tapi kadang aku cepat puas dengan sisi hidupku, dan berbangga dengan apa yang aku capai. padahal inti utama dari itu belum aku capai sama sekali, membuat aku hanya hidup sebagai orang egois yang tidak memahami egoisme itu sendiri.

Nafsu selalu ku jadikan itu musuh, karna titah tuhan padaku adalah untuk memusuhi hawa nafsu itu. Melawannya dengan nalar positif yang tuhan beri. tetapi aku lebih sering mengikuti nafsuku dari pada nalarku. Aku bahkan tidak bisa membedakan ajakan nafsuku dan ajakan nuraniku. Aku lebih senang dan serasa puas... padahal kepuasan apa ? semua hanya nisbi, yang memang dibuat nafsu agar aku tidak pernah mengerti hakekat nafsu dan naluri, hakekat baik dan buruk, hakekat rohani dan jasmani.

Kadang aku ssentimen, melihat hal-hal yang benar dilakukan orang, marah saat orang berhasil, muring-muring saat orang lain sukses, benci saat orang lain berhasil. padahal aku selalu dibisikin nuraniku bahwa itu salah, aku tidak pernah sadar.. bahkan dengan pengalaman-pengalaman indrawi yang saking sayangnnya tuhan padaku, aku tetap tidak sadar bahwa itu teguran.

Aku selalu berbangga dengan hartaku, aku bisa beli dunia, aku bisa beli apapun yang ada di dunia ini. membanggakan hartaku. tapi aku sudah terbiasa melihat peminta-minta dan aku cuekin, aku sudah biasa acuh kepada peminta-minta, aku sudah terbiasa mendengar rintihan mereka, aku memang akan acuh dan terus acuh melihat mereka. 500 rupiah bagi mereka terlalu besar, aku bisa beli 2 tempe goreng dengan uang segitu, atau aku lebih suka beli rokok sebatang dari pada aku berikan kepada peminta-minta.. padahal naluriku selalu menjerit.. bahwa yang lakukan itu salah.. tapi aku selalu enjoy.. naluriku selalu berbisik dengan bisikannya.

Aku selalu mendengar seruan sholat dari masjid, aku tau bahwa suara adzan adalah suara panggilan untuk melakukan ibadah kepada Tuhan. Aku pun tau itu.. nafsuku selalu memberiku pekerjaan agar aku lupa bahwa waktu sholat sudah tiba.. tapi aku malah asik duduk didepan komputer, dengan tertawa terbahak bahak, headset selalu menmpel ditelingaku dengan lagu-lagu yang bahkan tidak aku pahami. naluriku menjerit bahwa itu salaahh.. itu salaah wan.. tapi suara musik dan "guyonan" teman chating lebih terdengar, meskipun yang keluar adalah hanya sebuah tulisan.

Aku senang sekali melihat perpecahan, Mengadu domba Muhammadiyah dengan NU, PERSIS dengan PUI, atau sebaliknya. Aku senang sekali melihat muktamar PKB hancur, melihat kiyai Langitan marah. Aku senang melihatnya.. Aku senang melihat orang-orang di Kampus lebih memilih mempelajari karl amstrong, filsafat yunani, Tales, Hegel, Aristo. dan mengajaknya berdebat.. dari pada mempelajari al-Qur`an atau Hadits yang kadar keotentikannya memang terjaga. Aku lebih senang mempelajari ilmu-ilmu positif yang jauh dari hal-hal ruhiah. bagiku akal adalah jastifikasi mutlak kehidupanku. kalau ada tsunami yaa karna tabrakan lempengan bukan karna tuhan. Seakan-akan aku itu terlahir tanpa sebab. nuraniku menjerit .. dia menegurku tanpa lelah, itu salah wan.. itu salaah...

Aku bahkan kadang meragukan tuhan, daan sering menafikan-Nya, kadang tidak terlintas sama sekali bahwa aku hidup karna Tuhan. Saat tuhan memberikan tsunami, gempa, dan lain sebagainya Aku malah lebih yakin bahwa tuhan itu tidak ada. karna ilmu positif bagiku lebih urgen untuk dipelajari. dan yang aku yakini bahwa tuhan itu tidak sadis, tuhan itu radikal.. tuhan itu pengasih, tuhan itu penyayang. Nuraniku menjerit .. Aku tidak pernah menyebut nama-NYA dalam hatiku, bahkan aku tidak pernah sembahyang, tidak pernah terlintas tuhan dalam benaku, tapi aku "So`" bertheology, so berargumentasi tentang tuhan. Naluriku bertanya "Tuhan mana yang kau maksud?" aku pun tidak tau, karna dalam kamus nafsuku aku tidak pernah punya tuhan.. lalu kenapa menyalahkan tuhan?

Masihkah aku disebut sebagai orang yang punya nurani? bahkan aku tidak pantas disebut sebagai manusia. Aku adalah bangkai berjalan.

No comments: